Dia sedang Merindu

Hujan sore ini terlalu lama, membawa angin pesakitan bagi jiwa yang menyepi, menepi sendiri. Langit yang abu, awan hitam, menghalangi romantika senja sore ini untuk berpulang ke surga. Menjamah lelah menjadi gundah. Mengelabui malam, menjadi malam tak berbintang. Sialnya, aku selalu menunggu hujan, meski semesta tak seindah biasanya.

Hujan selalu mampu membawaku untuk kembali pulang, pada kehangatan rumah yang terindukan oleh diri. Hujan selalu membawaku dalam dingin tak berarti, karena tak mampu berpulang pada peluknya. Bukan dia, bukan dia yang aku rindukan, namun hangat peluknya. Hangat yang justru memaksaku untuk melangkah lebih jauh, agar tidak ada yang tersakiti. Agar tidak ada kemenangan atas ego masing-masing. Bahagiaku bukan lagi prioritasmu, bahagiamu masih ku jaga dalam doa, agar Tuhan mengerti betapa hati ini ingin menjauh karna inginku agar kau bahagia, meski bukan dalam hangatku. Agar Tuhan mengerti bagaimana doa ini selalu terpanjatkan, messki dia telah bahagia sendiri.

Ah, aku lupa satu hal, bahwa hujan mampu membawaku pulang pada masa lalu yang seharusnya tak aku singgahi lagi, walau hanya untuk mengenang. Aroma hujan seakan mengembalikan lagi alur cerita lama, karna hujan tau, dia sedang merindu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedang apa?

Seharusnya

Begitu saja