Bahagia
Aku adalah penikmat kopi di malam hari, yang hangat terseduh meski tak tersentuh. Aku adalah peracik kata-kata, menjadi satu bagian indah meski tak kau indahkan. Tapi.. aku bukanlah penikmat ataupun peracik kata bahagia , yang justru melupa ketika dinikmati, dan merumit ketika teracik. Katamu, bahagia itu sederhana , kau rasa meski tak kau miliki. Kau lihat meski tersakiti, Jadi, apakah arti bahagia sebenarnya adalah, tersakiti? yang dikemas dengan indah menjadi sesuatu yang disebut bahagia . Katamu, bahagia itu tersurat bukan tersirat . Bagaimana bisa kau membuktikan itu bahagia, ketika wajahmu tak menyiratkan? Bahagia yang tersiratlah yang selalu tersurat. Mungkin, bahagia tak harus selalu sederhana, karena proses menuju ke-luar biasaanlah yang tak akan menghianati tersiratnya bahagia. Kan, ku cari apa yang menjadi bahagiaku, Kan, ku siratkan bahagiaku, Karena, proses tak pernah menghianati hasil.