Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Duka Suka

Tuhan menuliskan, menggariskan, melukiskan, menggambarkan, me- untuk setiap kata kerja yang tak bisa kau tolak ataupun kau paksakan. Setiap takdir yang harus kau ridhai dengan ikhlas, kau jalani setiap langkah demi langkah dengan pijakan yang tertopang oleh sabarmu. Karena pada hakikatnya, manusia diciptakan untuk senang, luka, sabar, lalu bahagia..  Untuk setiap suka, yang menjadikannya melupa.. Mungkin aku yang terlalu melangkah jauh dari Tuhan, sehingga melupa untuk merasa cukup.  Untuk setiap duka, yang menjadikannya tak berharga diri lagi.. Harga diriku dihadapan Tuhan seakan tak ada lagi, akulah pengemis kemurahan hati Tuhan. Untuk setiap ikhlass, yang menjadikannya dewasa. Dipaksa menjadi dewasa, dipaksa mengerti arti benar dan salah. Dalam sabar yang merindukan kelapangan dada. Untuk setiap senang, luka, sabar, yang menjadikannya bahagia.. Bahagia bukan lagi tentang aku yang memilikimu, atau aku yang menjadi hampir tak memiliki kekurangan. Baha...

Pelaku

Aku mencari jalanku pulang, iya aku pencari.  Aku menikmati setiap jalan yang ku lewati, iya aku penikmat.  Aku memahami setiap ucapan mereka, sayangnya aku bukan pemaham yang baik. Aku melakukan semua hal sesuai kendali mereka, tapi aku bukanlah pelaku, pelaku yang selalu didambakan oleh diri sendiri. Mungkin, justru aku membenci diriku sendiri, karena menjadi pelaku atas kemauan oranglain. Tak dapat aku hindari setiap kata yang mereka lontarkan, sekalipun aku telah meminimalkan segala frekuensi dalam diri. Entah bentuk suara, ataupun sikap. Mungkin tindakan ini justru membawaku dalam hati yang dingin, tak lagi percaya, takut bersikap. Sendiri adalah pilihan, yang diharuskan. Bersama oranglain justru hanya akan memperburuk keadaan, keadaan yang aku sendiri tak mampu mengendalikan, padahal aku pelaku. Aku akan berusaha menjadi, pencari yang tahu diri dengan penuh kenikmatan. Menjadi yang mereka ingini adalah tujuanku. Menjadi apa yang oranglain ingini adalah kebutu...

Bahagia

Aku adalah penikmat kopi di malam hari, yang hangat terseduh meski tak tersentuh. Aku adalah peracik kata-kata, menjadi satu bagian indah meski tak kau indahkan. Tapi.. aku bukanlah penikmat ataupun peracik kata bahagia , yang justru melupa ketika dinikmati, dan merumit ketika teracik.  Katamu, bahagia itu sederhana , kau rasa meski tak kau miliki. Kau lihat meski tersakiti, Jadi, apakah arti bahagia sebenarnya adalah, tersakiti? yang dikemas dengan indah menjadi sesuatu yang disebut bahagia .  Katamu, bahagia itu tersurat bukan tersirat . Bagaimana bisa kau membuktikan itu bahagia, ketika wajahmu tak menyiratkan? Bahagia yang tersiratlah yang selalu tersurat. Mungkin, bahagia tak harus selalu sederhana, karena proses  menuju ke-luar biasaanlah yang tak akan menghianati tersiratnya bahagia.  Kan, ku cari apa yang menjadi bahagiaku, Kan, ku siratkan bahagiaku, Karena, proses tak pernah menghianati hasil.